Senin, 01 Juni 2009

DIBALIK PESONA LANGIT BANJAR


Oleh : Saprudi


Setelah memisahkan diri dari rombongan mahasiswa aku melewati jalan-jalan sempit yang membagi perkampungan warga yang belum aku tahu namanya.
Pancaran matahari siang itu begitu terik mengharuskan aku berhenti untuk menuju tujuan semula.
Dari kejauhan puluhan anak-anak berlari-larian menuju rombongan pengunjung yang datang dari pelosok daerah. Aku sudah keluar dari gang-gang sempit itu begitu jelas terlihat oleh ku sebuah bangunan tua yang terlihat alami tapi tidak terawat.
Aku pun menyeberangi jalan yang penuh dengan peminta-minta dan penjual bunga bagi peziarah, q ayunkan langkahku semakin cepat.
“ paman pinta duitnya pang….”1
Suara anak kecil mengagetkan ku.
“ ulun belum makan paman “¬2
Suaranya terus memaksa dan mengikuti setiap langkah kakiku
“mudahan pian lakas naik haji, mudahan pian dilapangkan rezeky”3 cerocos gadis kecil kecil itu disampingku sambil menengadahkan tangan,
Sementara ibu-ibu penjual bunga juga tidak kalah menawarkan dagangannya bagi para peziarah…
“bunganya pak…bunganya..murah saja..” sebagian ibu menawariku, akupun hanya bias melempar senyum. Gadis kecil itu terus mengikutiku, seusia dia yang seharusnya sudah bersekolah kini dihadapkan oleh zaman mereka meminta-minta ditengah jalan .
Akupun segera memasukan tangan ke kantong kecelana jeans. Baru aku meraba langsung menyerbuku puluhan Anak-anak seusia Erma adik ku yang saat ini kelas 3 sekolah dasar di semarang.
Akupun bingung, tidak pernah aku menemukan seperti ini uang lembaran lima ribu yang telah kukeluarkan langsung direbut anak kecil yang dari tadi mengikutiku.
Dia langsung lari tunggang langgang.
“ Ucrit…..woiiii”
teriak anak laki-laki disampingku memanggil anak yang lari tadi, puluhan anak tadipun berlarian mengejar si ucrit. Akupun menggelengkan kepala…
sempat ku perhatikan Ucrit begitu cepat larinya sehingga selalu berhasil lolos dari kejaran kawan-kawannya tadi.
)I(
Keringatku membasahi kening dan baju yang aku pakai. Panas mentari seolah tidak dihiraukan para pengemis dan pedagang bunga untuk mendapatkan uang dari para pengunjung. Suara-suara yang tadinya bising perlahan-lahan sudah tidak terdengar lagi Aku pun terus melangkah menuju bangunan tua itu untuk beristirahat, terlihat beberapa orang berada diteras-teras, aku pun langsung menyandarkan badan didinding bangunan yang masih dapat dilihat ukiran-ukiran bernuansa etnik. Memikat hati memang, terlebih bagi seorang peneliti sepertiku. Tidak aku sia-siakan kesempatan ini untuk mengabadikannya dalam kamera digital yang aku bawa.
Betapa nikmatnya ketika tenggorokanku disirami oleh air mineral yang aku beli dijalan tadi, seolah semua penatku hilang sesaat, ternyata rasa penatku tidak dapat dibohongi.
Nampak lantai-lantai dan dinding ini berlubang dimakan usia.
“Dahulunya ini langgar 4, tapi karena pengurusnya hilang entah kemana, maka tempat inipun tidak terawat….”
“ konon pengurusnya dibawa oleh makhluk ghaib, karena bangunan ini sudah ada ratusan tahun..”
Suara seorang bapak paruh baya di samping kananku menjawab pertanyaan seorang anak muda yang beberapa meter disampingku hilang di antara kelelahanku. Kantuk pun tak dapat tertahankan.
Dalam keadaan sadar atau tidak aku melihat sosok yang tidak aku kenal, tubuhnya memakai jubah putih sungguh bersahaja, dibagian kepala terdapat surban putih yang melingkar… bersama beliau ada seorang kakek tua dan seorang gadis kecil
Dalam ketakjupan ku itu kucoba menatap bentuk rupanya, tapi seolah tertutupi oleh cahaya yang menyilaukan, aku pun menunduk.
“wahai ahli sejarah apa yang akan kamu lakukan disini….” Suara itu bertanya kepadaku..aku hanya diam membisu..
“jaga lah Musola ini…”
Nasehat nya… lagi-lagi aku tidak berani menatap beliau seolah aku begitu kecil.
“anakku….!!!!” Ucap beliau akupun langsung memberanikan menatap beliau, tapi ketika itu juga sosoknya hilang diantara terangnya cahaya. Aku langsung terbangun dan ketika itu posisi mataku terkena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah atap bangunan musola itu. Bapak-bapak yang ada disamping ku langsung memandang ku ketika aku tebangun.
Masih terbawa kantuk yang dalam aku palingkan pandanganku sesaat kearah kanan memandang bapak itu, wajah beliau persis mirip kakek tua yang berada disamping sosok yang bersurban tadi.
“ ada apa mas??” Tanya beliau kebingungan.
Akupun tak bias menjawab setiap pertanyaan beliau, aku tundukan wajah memandang kakiku dengan tatapan kosong, terpikir olehku yang baru saja terjadi, apa makna dari semua itu, dan apa maksud pernyataan beliau tentang ahli sejarah,menjaga musola dan anak ku, semua pernyataan yang beliau utarakan membuatku bertanya-tanya. Aku yang saat ini aku mahasiswa S-2 semester akhir jurusan sejarah di universitas ternama di semarang begitu tertarik dengan kehidupan masyarakat Banjar di martapura ini untuk dijadikan tugas akhir. Tapi aku masih jauh dari ahli sejarah, apaka itu sebagai tanda??? Sudahlah aku tidak tahu
“mimpi apa, mas?” Tanya kakek itu lagi mendekat membuyarkan lamunanku.
“ketika tidur bibir anda terlihat ingin mengucapkan sesuaut” lanjut beliau.
Aku pun langsung menceritakan apa yang terjadi dalam mimpi itu, tapi aku rahasiakan tentang kemiripan beliau tadi dalam mimpiku.
“saya yakin pasti itu Syeh Muhammad Asyad Al-Banjari…” pendapat beliau dengan keyakinan yang penuh. Aku yang mendengar penjelasannya pun manggut-manggut,
Namanya tidak begitu asing bagiku, tapi aku belum pernah melihat sosoknya baik gambar atau apa pun yang berhubungan dengan beliau.
)I(
Ku lemparkan lagi pandangan ke jalan, terlihat anak-anak yang mengahmpiriku tadi meminta-minta kepada rombongan yang baru datang, dengan bujuk rayu sekali-kali mereka memaksa untuk meminta.
Ada seorang ibu mengeluarkan dompet dari tas yang disandangnya tapi dengan gesit anak itu langsung membawa lari, ketika itu juga ibu itu langsung berteriak histeris, yang begitu terdengan oleh ku.
“Maling……!!!!”
Teriak ibu yang ber kerudung hitam itu, ketika itu juga orang pun berhamburan mengejar anak laki-laki tadi. Tidak juga seorang pemuda yang disamping ibu tadi yang kemungkinan adalah anaknya.
Dari kejauhan aku sudah tergetak hati untuk menolong, tapi saat itu ada seorang yang melerai kejadian itu, kalau tidak ada bapak haji itu, mungkin saja anak kecil itu dihakimi masa
)I(
Setelah beristirahat aku menuju ketempat para peziarah lainnya, tampak pengunjung semaki ramai walaupun jam ditanganku menunjukan jam 2.15 WIB. Begitu sederhana bangunan makamnya ketika ku berada didalamnya. Pandanganku secara spontan langsung tertuju pada sesosok anak kecil berpakaian hitam lusuh dan kerudung putih yang berada di pojok ruangan itu sambil menangis dengan linangan air mata. Aku pun mendekatinya dan wajahnya mirip anak kecil yang ada dalam mimpiku tadi. Setelah menatapku sesaat maka dia berlalu begitu saja.
Mata ku tak bias menangkap sosoknya lagi setelah aku berpaling mencari nya.
Aku palingkan lagi pandangan ku kegambar yang dijual disekitar sana, Nampak persis wajah kakek tua yang berada disamping orang yang berjubah. Langsung aku tanyakan kepada pedagang yang sibuk membacakan doa-doa sambil memilihkan cincin untuk pembeli disampingku.
“itu gambar menantu dari Syekh Arsyat Albanjari” ucap beliau
Tiba-tiba kepalaku terus berputar-berputar,
Ops, langsung aku mengendalikan diri agar tidak terjatuh.

)I(

Sejak peristiwa itu membuat aku semakin tertantang untuk terus mengenal kehidupan masyarakat Banjar yang tidak pernah lepas dari sungai, terlebih tidak pernah lepas dari keberadaan Syekh Arsyad albanjari itu sebagai ulama yang Berjaya pada masanya dan sampai saat ini yang dapat disarakan melalui karya-karyanya.
Mimpi itu, orang tua disampingku dan anak yang tiba-tiba menghilang menjadi pengalamanku dalam penelitian kali ini.
Azan asar pun terdengar diseantor kota martapura beriringan dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung di benakku.

Keterangan :
1 pak, pinta uangnya donk
2 saya belum makan
3 semoga anda cepat naik haji, semoga anda dimudahkan rezeky
4 musola (tempat ibadah)

5 komentar: