Sabtu, 02 Mei 2009

CAHAYANYA MULAI REDUP



Oleh: SAPRUDI

Liburan yang kunantikan…
Kutatap wajahku dicermin, terlihat seperti remaja kebanyakan, mataku rada sipit, tatapan mata ku pun tajam. Kata orang tampangku persis aktor korea Wong Bin, mungkin itu yang sedikit membedakan dengan teman-teman
Dalam hati kadang-kadang rasa Gede Rasa(GR) juga menghinggapi, terlebih yang menyebut tidak hanya satu atau dua orang, tapi sudah banyak orang yang berpendapat seperti itu. Masa bodo ku dengan pendapat orang yang penting aku saat ini bahagia.
Terlebih nenek ku tercinta akan datang untuk menghadiri acara syukuran, karena bisnis abi sudah melampawi target yang telah dibikin.
Hampir 19 tahun abi merintis bersama dengan umi, Alhamdulillah keberhasilan itu dapat dirasakan bersama. Terlebih dengan acara syukuran ini semua keluarga dari saudara abi sampai saudara umi akan datang.
Om darman saudara satu-satunya dari abi bersama istri beliau dan tentunya sepupuku yang baru berumur delapan tahun dan tante dewi yang menjadi dosen muda di universitas ternama dikota beliau datang bersama nenek dan kakek
Yang terasa istimewa adalah kedatangan nenek (orang tua dari umi) hampir 4 tahun aku tidak ketemu beliau. Setelah kepindahan umi dan abi, saat itu aku baru duduk di sekolah tingkatan pertama, di karenakan jarak yang begitu jauh itulah kami jarang bertemu.
Hanya melewati telepon lah kami saling berbagi kerinduan.
Memori otak ku terus berkelana melintasi dimensi waktu beberapa tahun yang lalu, saat itu aku baru masuk sekolah tingkat pertama.
Sungguh menyenangkan mendapat teman-teman yang baru, berkenalan, belajar bersama-sama apalagi setelah pulang dari sekolah ber main di rental play station(PS) bersama-sama teman baru, sungguh menyenangkan. Kadang-kadang diajak taruhan, pada awalnya aku tidak mau dan akibat dibujuk oleh teman-teman, maka aku pun terpengaruh.
Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan. Aku semakin disibukkan dengan permainan itu
Dan pada puncaknya nilai ulangan harian ku banyak yang harus di remidi(diulang) karena kurang dari target yang berlaku di sekolahku. Kekesalanku lampiaskan pada permainan itu lagi.
aku benar-benar tidak sadarkan diri panggilan azan seolah-olah tidak aku hiraukan. Ketika aku kalah dalam permainan langsung kuhempaskan kaset yang ada di depan ku, sehingga membuat pemilik rental itu marah.
Aku tidak peduli lagi dengan cacian pemilik itu,
Kaki ku uterus melangkah keluar untuk mengambil sepeda yang telah ku parkir dari pulang sekolah tadi.
Aku emosi….
Gelap pun sudah menyelimuti kota serambi makkah itu.
Aku tetap disibukkan dengan pikiranku,
Kuayuhkan sepeda secepatnya untuk menuju rumah.
Sesampai dirumah aku disambut berbagai pertanyaan dan interogasi dari abi.
“Rauf, kemana saja kamu. Jam segini baru datang??”
Aku tidak berani menatap wajah abi, baru kali ini beliau memarahiku habis-habisan begitu juga dengan umi. Kata-kata abi begitu bergetar, aku yakin pasti wajah beliau begitu merah karena tingkah lakuku beberapa bulan ini.
Kepalaku ku terus menunduk, tidak berani menengadahkan wajah, mataku pun terus memeras supaya tidak menjawab apa-apa yang beliau katakana, aku takut salah..
“Rauf!!!!!!!!”
Suara abi lebih meninggi
Aku terus melangkahkan kaki kekamar, tak ku perdulikan lagi kata-kata beliau.
$$
Dikamar itulah aku melampiaskan tangisanku,
“Ya rabbi…..”
Setelah abi mengucapkan kata-kata tadi hanya penyesalan yang kurasakan.
Saat itu aku tidak mengetahui kalau nenek masuk secara perlahan kekamar ku.
Di elus beliau kepala ku dari belakang…
“nenek…!!!”
Aku langsung memeluk beliau dengan erat.
“nenek marah ya dengan Rauf??”
Ucapku sambil menangis
“tidak, nenek sayang ko dengan rauf”
Kata-kata nenek membuat hatiku tenang.
Diciumnya keningku, sungguh smakin membuatku terasa berarti disisi beliau. Mungkin karena aku cucu pertama beliau.
Begitu lama aku tidak mendapat kehangatan pelukan kasih sayang seorang ibu. Hanya neneklah penghangat hatiku.
$$
Cermin dihadapanku seolah tidak berarti lagi, air mataku tak tertahankan lagi untuk keluar, dan satu-persatu mengaliri pipiku. Terlihat begitu jelas sosok yang berdiri tegap di depanku begitu tak berdaya.
Kupalingkan pandangan keatas meja belajarku, terdapat foto seorang paruh baya menggendong cucunya yang baru berumur setahun. Begitu ingin aku di belai nenek seperti dulu lagi.

Aku pun tersadar kembali, ku usap muka dengan handuk agar tidak terlihat bekas bersedih.nampak terang diluar rumah, cuaca liburan kali ini benar-benar cerah
Terdengar bunyi jam tiga kali bersamaan dengan ketukan pintu dari luar kamar ku.
Terdengar panggilan umi.
“Iya tunggu sebentar”
Ucapku sambil memasang kaos oblong putih.
Kubuka pintu terlihat wajah umi terlihat murung.
“apa yang terjadi Bu??”
“kakek terkena stroke lagi Nak. Tadi barusan tante dewi menelpon ibu”
Air mata umi kembali menetes
“innalillahi…” ucapku dalam hati.
“Jadi sekarang dirawat dimana bu??”
“Kata tante,kakek sudah dirawat dirumah sakit”

“Ya..Allah ujian apa lagikah ini yang kau timpakan kepada keluarga ku, berilah kesabaran kepada kami” batiku terus berdoa.

Acara syukuran yang telah direncanakan pun dibatalkan, dan abi sudah memesan tiket untuk keberangkatan kami, karena nenek berharap agar kami sekeluarga harus pergi kesana.
Aisyah adik ku yang baru berumur 2 tahun pun juga ikut. Karena nenek dan kakek belum sempat melihatnya.
$$
Setelah sampai di kediaman nenek kami langsung kerumah sakit.
Sudah beberapa minggu ini keadaan kakek terus memburuk. Terlebih pasca struk yang menghinggapi tubuh beliau.
Hanya tubuhnya yang kaku dan lemah tak berdaya itulah q lihat terbaring di kasur rumah sakit.
Ditemani beberapa tusukan selang yang menembus tubuh beliau.
Yang menjaga beliau pun bergantian. Tapi tidak dengan nenek, beliau begitu setia menunggui disamping pembaringan kakek.
Kadang-kadang beliau membisikan kata-kata ketelinga kakek.
Kata-kata nasihat…
Subhanalllah…
Air mataku kadang-kadang berderai melihat pemandangan itu.
Betapa cintanya nenek kepada kakek.
Betapa tulusnya kasih sayang beliau.

Tentu tidak hanya pertama ini aku lihat, tetapi sudah sering.
Pikiranku kembali berkelana ketika aku akan pindah dari rumah nenek dan kakek, saat itu aku masuk tahun kedua di sekolah tingkat pertama.
Kakek sakit parah yang mengharuskan beliau dirawat dirumah sakit ini.
Setelah Tiga hari dokter pun mengizinkan kakek untuk di bawa pulang karena kondisi beliau semakin baik. Walaupun anggota tubuh beliau tidak berfungsi seperti semula.

Dirumah itulah nenek selalu merawat kakek dengan tulus ikhlas.
Pada suatu saat kakek marah kepada nenek karena tidak memberikan makanan yang dilarang dokter untuk diberikan kepada kakek.
“Dengan memakan buah itu pasti tekanan darah kakek akan naik dan nantinya tambah sakit”
Ucapan nenek ketika itu masih mengiang ditelingaku.
Tapi apa yang dikatakan kakek
Kakek mengatakan yang membuat perasaan nenek hancur
“kenapa kamu tidak mengizinkan aku memakan buah itu, apa kamu ingin membuat aku mati???”
Ucap kakek marah.
Nenek pun berpaling dan meninggalkan kakek dikursi roda.
Ku dekati nenek, beliau menangis sejadi-jadinya.
“nek, biarkan saja aku yang mengasih buah itu, biar beliau tahu diri, nenek sudah merawat kakek sekian lama. Tapi apa keinginan kakek, pasti selalu menyakitkan hati nenek.”
“jangan cu, biar saja. Kakek memang begitu”..
Subhanallah…
Begitu sabarnya nenek dengan perilaku kakek semasa sakitnya beliau waktu itu.
$$
Air mataku terus membanjiri pipi.
“Kenapa kamu menangis cu??”
Kata-kata nenek terdengar lirih.
Pasti beliau begitu kecapean meurusi kakek disini.
Setiap kali umi, abi atau tante meminta agar nenek istirahat, beliau pasti menolak.
“biar ibu saja yang menjaga bapak. Biar kalian yang istirahat” ucap nenek memandang umi
“nek, jangan begitu. nenek juga butuh istirahat”
“tidak apa-apa cu..”
Tidak ada yang berani menolak kalau nenek yang meminta.
$$
Air hujan diluar begitu derasnya, aku begitu kelelahan dan mataku pun terpejam.
aku melihat sosok nenek langsung mendirikan sholat, dan yang aneh nenek mengucapkan kalimat
“asyhaduanlailahaillallah wa asyhadu anna muhammadarsulullah”
Setelah itu sosok nenek datang menyapaku disertai dua orang yang tidak aku kenal, suasana begitu terang, sehingga menyilaukan penglihatanku.
Haya kata beliau yang ku dengar
“sampai bertemu ditempat yang abadi pangeranku..”
Aku tidak mengerti apa maksud dari pernyataan beliau.
Samar-samar terdengar isak tangis dalam mimpi ku.
Seketika itu juga aku terbangun
Tepat disampingku terlihat umi dan tante menangis.
“apa yang terjadi pada kakek bu??”
Tanya ku terheran-heran.
“Kakek masih terbaring di kamar nak” suara ibu lirih
“Setelah kamu tidur tadi nenek pergi untuk mengambil air wudhu untuk sholat malam.
Ketika itu juga tubuh nenek terjatuh dan tak sadarkan diri, saat itu jugalah nenek pergi meninggalkan kita..”
Umi tak bias lagi melanjutkan kata-kata dan terus memelukku erat-erat.
Tak ada suara apapun yang keluar dari mulut ku.
Hanya perasaan syok lah yang menimpa ku.
Aku tak tau kalau mimpi barusan pertemuan terakhirku dengan nenek.
Hilir mudik para pengunjung dan perawat dihadapanku seolah hanya seonggok materi yang tak ber makna.
Ternyata sosok yang begitu ku kagumi telah meninggalkan kami semua.
Meninggalkan semua keberhasilan anak-anaknya.
Meninggalkan kakek yang masih terbaring kaku tak berdaya.
Meninggalkan semua kebaikan-kebaikan yang beliau pancarkan ke sepenjuru alam semesta.
I love you nek,
Selamat tinggal …
$$
Setelah pemakaman nenek kami kembali kerumah sakit untuk menjaga kakek.
Kejadian inipun masih kami rahasiakan. Kondisi kakek masih seperti hari-hari kemarin hanya hembusan nafas yang begitu berat kami lihat. Saat ini tidak ada lagi nenek yang begitu setia menemani kakek. Haya kami yang bergantian merawat beliau.
Ku raba tangan kakek, serasa ingin membisikan bahwa nenek telah pergi. Tapi niat itu ku urungkan.
“kakek harus bertahan..”
“nenek menunggu kakek dirumah..” Hiburku kepada kakek,
Saat ini sudah memasuki minggu terakhir libur panjang ku. Senin depan kami kembali sekolah. Abi telah memesankan tiket untuk kepulanganku.
“Aku disini saja yah…”rayu ku
“biar aku menemani kakek”
“ tidak usah, biar bapak,ibu dan tante saja yang merawat kakek disini, lagian insyaAllah kakek membaik”

Aku pun luluh mendengar pernyataan dari dokter kalau kakek mulai membaik, tapi abi tidak mengizinkan kakek untuk dibawa pulang,
“biar di rawat saja dulu” pinta bapak setelah dokter memberikan pernyataan.
$$
Hari pertama masuk sekolah terasa hampa, aku pulang lebih cepat. Tepat satu minggu setelah nenek meninggal
Hanya bi tuti saja yang ada dirumah, ku langkahkan kaki untuk sholat duha, hand phone berdering.
“nak, kakek telah meninggalkan kita..” suara umi diseberang terbata-bata
Haya kehampaan yang kurasa….
Ku merasakan kegelapan menyelimuti alam semesta, tubuhku lunglai tak berdaya..
Hampa dan sepi…
$$
Cahaya yang terang itu pun mulai redup satu persatu.
Cahaya kasih saying..
Aku yakin nenek sudah menunggu kakek disyurga sana, begitulah cinta abadi yang diberikan Allah pada hamba-hambanya.
Cinta yang dibalut ketaatan pada suami.
Cinta yang terpancar karena kecintaan pada Allah…
Aku ikhlas…
Karena Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya…
Aku sayang kakek..
Aku sayang nenek…
$$
Untuk sahabatku yang ditinggal nenek, semoga diberi ketabahan

Taman syurgawi 6 maret 2009
11:17 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar